Senin, 25 April 2016

TUGAS1_SS_AHDE_HAK CIPTA



HAK CIPTA
A.     Pengertian hak cipta
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
B.     Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
·         Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:
  1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
  2. mengimpor dan mengekspor ciptaan,
  3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
  4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
  5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
·         Hak ekonomi dan hak moral
Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.
Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

Contoh Kasus
Hak Cipta Sulit Didaftarkan, Ini yang Bisa Dilakukan Desainer Cegah Plagiat

Jakarta - Industri kreatif rentan dengan isu plagiat yang kerap menyerang para pelaku di dalamnya. Di dunia mode khususnya, kemiripan rancangan antara desainer yang satu dengan desainer lainnya kerap terjadi. Tak jarang kemiripan tersebut memunculkan dugaan plagiarisme yang tentunya bisa merugikan sang pemilik ide aslinya.

Kerugian yang dialami akibat penjiplakan desain bisa berupa materiil maupun non-materiil. Misalnya saja angka penjualan menurun karena ternyata hasil rancangan yang persis seperti milik desainer dijual jauh lebih murah sehingga mengurangi penghasilan. Sementara kerugian non-materiil lebih kepada harga diri sang desainer, yang merasa hasil karya yang telah diciptakannya dengan susah payah tidak dihargai karena dijiplak begitu saja.

Seorang desainer mode bisa saja melakukan langkah untuk mencegah karyanya ditiru orang lain, atau mengambil tindakan untuk membuat jera pelakunya jika plagiarisme terlanjur terjadi. Pengacara yang juga penggiat Hak Kekayaan Intelektual Ari Juliano Gema menjelaskan ada beberapa cara yang bisa dilakukan para desainer untuk melindungi karya-karyanya.

Desainer bisa melaporkan hasil rancangannya telah dijiplak tanpa harus mendaftarkan terlebih dahulu ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI), jika itu bersifat hak cipta. Hak cipta sendiri merupakan berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Bisa berupa puisi, drama, film, komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung atau foto.

"Hak cipta tidak perlu didaftarkan. Termasuk di dalamnya seni gambar lukis, corak, motif. Sejauh dia bisa membuktikan kalau itu karyanya sendiri yang bisa dilihat dari tanggal pembuatan dan publikasi. Kalau belum pernah dipublikasikan asal ada orang lain yang melihat dia menciptakan entah itu teman, karyawan atau asistennya maka bisa saja diajukan gugatan," jelas Ari saat berbincang dengan Wolipop melalui telepon, Kamis (14/11/2014).

Sementara karya yang sifatnya desain industri, penjiplakan baru bisa dituntut apabila telah didaftarkan. Yang termasuk dalam desain industri adalah karya atau rancangan dengan bentuk khusus seperti bentuk sepatu, pakaian atau tas. Untuk mendapatkan perlindungan HKI atas karyanya maka harus didaftarkan terlebih dahulu.

"Kalau bicara soal bentuk desain atau fashion maka bisa mendaftarkan sebagai desain industri. Kalau desainer sudah mendapat sertifikat desain industri maka baru terlindungi, orang lain tidak boleh jiplak atau tiru. Beda dengan hak cipta tidak perlu didaftarkan," tutur pria yang sering mengisi seminar soal hak kekayaan intelektual ini.

Desainer atau pelaku industri kreatif yang tetap ingin melindungi hak ciptanya bisa mengajukan pencatatan ke Dirjen HKI. Namun bentuknya bukan perlindungan melainkan penekanan kepemilikan karya cipta. Dijelaskan Ari lagi, hak cipta tidak perlu didaftarkan tapi hanya bisa dicatatkan. Gunanya untuk memperkuat kepemilikannya terhadap karya cipta tersebut.

"Yang saya tahu yang bisa dicatatkan hak ciptanya adalah motif dan gambar, atau ukiran tertentu yang ditampilkan dalam bentuk gambar. Boneka, gambar superhero juga bisa (dicatatkan)," ucapnya.

Prosedur untuk mencatatkan hasil karya perlu beberapa tahapan. Pihak yang mengajukan harus melampirkan hasil karyanya, bisa berupa desain motif ataupun bentuk sketsa. Lalu isi formulir pencatatan serta membayar biaya administrasi. Ari mengatakan, biaya pencatatan hak cipta umumnyatidak lebih dari Rp 1 juta.

"Nanti tinggal tunggu prosesnya sembilan bulan akan keluar. Kalau terbukti karya Anda orisinil Dirjen HKI akan mengeluarkan Surat Pencatatan Ciptaan. Bila terjadi sengketa, misalnya ada pihak lain yang komplain hak cipta kita bisa tunjukkan itu sebagai bukti awal kalau tidak pernah tiru hal itu," terang pimpinan proyek bidang hukum untuk Karya Cipta Bersama (Creative Commons) Indonesia itu.

Sumber: 
http://m.detik.com/wolipop/read/2014/11/14/164947/2748756/233/hak-cipta-sulit-didaftarkan-ini-yang-bisa-dilakukan-desainer-cegah-plagiat (24 april 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta (24 april 2016)

Analisis :

Desain dalam dunia fashion sangat sensitif dalam pembajakan, maka dari itu para desainer lebih baik mendaftarkan desainnya ke Dirjen HKI agar terlindungi dari plagiatisme.
Manfaat mendaftarkan desain ke Dirjen HKI agar nanti saat ada seseorang menjiplak karyanya dapat dilakukan gugatan secara hukum. Tentu saja ini sangat berguna jika suatu saat ada orang melakukan penjiplakan yang merugikan pihak yang membuat desain asli, baik itu kerugian material atau pun non material.

Hak cipta pada desain dilindungi oleh UU Republik Indonesia NO. 19 Tahun 2002 Pasal 12 ayat 1 tentang hak cipta, dan untuk hukuman bagi orang yang melakukan plagiat sesuai UU Republik Indonesia NO. 19 Tahun 2002 Pasal 72 ayat 2 dapat dikenakan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar